Story From Us

8 Feb

Sekeranjang Cerita dari Sawomateng

Nur Hayati Aida


Pertengahan Januari lalu, grup whatsapp Arisan Tulisan ramai rencana liburan bersama sekaligus kumpul-kumpul anggota. Mbak April, kepala suku kami, memberi rekomendasi untuk menjajal satu penginapan di daerah penyangga Jakarta, Depok.

Penginapan yang dimaksud adalah Rumah Sawomateng. Sebuah hunian berlantai tiga yang dibangun dengan gaya khas Betawi dan berkonsep mini museum. Di penginapan ini, dengan nama-nama kamarnya, menggambarkan keanekaragaman tokoh yang dipilih oleh pemiliknya. Mulai dari sastrawan, novelis, pemikir, sejarawan, dan pujangga. Di sana, kita bisa menemukan mesin ketik bekas yang pernah dipakai oleh sastrawan Pramoednya Ananta Toer.

Senin sore di bulan Februari dengan ditemani gerimis, satu persatu anggota Arisan Tulisan datang di Sawomateng. Inab bersama suami dan anaknya datang lebih awal. Sedari kuliah dulu, di antara kami, Inablah yang paling rajin dan detail. Jadilah, ia kemudian yang mengatur segala kebutuhan kami selama menginap di Sawomateng. Selang tiga jam kemudian, saya datang. Tak lama setelah itu, kepala suku kami hadir juga. Terakhir, kami menunggu Mpik bersama suami dan dua anaknya. Sebetulnya, personil Arisan Tulisan ada enam orang, berhubung Eulis sedang diburu pekerjaan dan Diyah harus menjaga mertunya, jadilah kami berempat (plus keluarga Inab dan Mpik)

Lepas maghrib, Inab dan Mpik yang awalnya menempati kamar di lantai tiga memutuskan untuk pindah kamar di lantai satu. Jadilah, kami berada berderet di lantai satu menghuni kamar Julia Suryakusuma, Sitor Situmorang, dan Abdul Chaer.

Yang tak Ditemukan di Penginapan Lain

Keistimewaan penginapan ini tentu saja, selain tempat, adalah kita dijamu langsung oleh pemiliknya, JJ Rizal. Bonus yang bisa diambil tentu saja banyak, sepanjang malam itu, kami ditemani mengobrol tentang sejarah Diponegoro, Makam Kramat Mbah Priok, Thamrin, dan tentu saja kami sambil menyenggol-nyenggol sejarawan ini supaya cerita tentang Ahok, FPI, Rocky Gerung.

Bang JJ Rizal bukan hanya seorang penutur kisah, ia adalah sejarawan yang bergulat dengan data dan fakta. Kenyataan memang kadang menyakitkan, Bos! Begitu ucapannya sesaat setelah bertutur tentang Diponegoro. Di mana, dulu, simbol dunia Jawa yang kosmopolitan dan salah satunya mengambil agama Islam sebagai basis perlawanannya kepada kolonialisme. Diponegoro pengagum perempuan yang sayang anak. Dalam perjalanan ke Manado untuk ke pengasingannya, konon, Diponegoro membaca peta modern sambil mencoba wine. Tapi, mengapa kemudian Diponegoro diasosiasikan sebagai kekuatan Islam? Kekuatan narasi dari zaman pergerakan di awal abad ke-20 menghidupkannya begitu dan terus kita warisi, begitu ujar Bang JJ Rizal.

Dengan narasi pula, masyarakat kita mudah percaya dengan sesuatu hal, yang awalnya biasa atau bahkan tidak ada, menjadi sesuatu yang ada bahkan keramat. Contohnya situs kramat makam Mbah Priok. Secara historis dia bukan sebagaimana yang kini dikenal. Orang membuat narasi untuk sebuah kepentingan dan jadilah. Bahkan dipercaya saat Pilkada DKI Jakarta dengan diberi status sebagai cagar budaya. Ekonomi ziarah bertemu dengan politik yang memainkan agama.

Sarapan Pagi Yang Serupa Ziarah

Pagi harinya, waktu sarapan, kami dijemput Bang JJ Rizal menuju rumahnya yang asri. Kira-kira berjarak 500 meter dari penginapan, rumah yang didominasi dengan unsur kayu ini terasa menenangkan, apalagi ditemani sinaran tipis matahari pagi. Rumah Bang JJ Rizal ‘dipagari’ toko dan kantor penerbit komunitas Bambu (Kobam). Penerbitan yang dirintisilnya semenjak tahun 1998, selepas ia menyelesaikan pendidikan di Universitas Indonesia.

Tak jauh berbeda dengan penginapan Sawomateng, di toko buku dan kantor Komunitas Bambu ini juga dipenuhi dengan artefak sejarah. Tiang-tiang penyangga toko dilapisi dengan wajah proklamator Republik Indonesia. Dua sampan kecil, Solu Batak dan Lepa-Lepa Mandar, dari dua pulau, Sumatera dan Sulawesi menggelantung di sisi kiri dan kanan antara bangunan toko serta kantor kobam. Yang paling menarik perhatian saya tentu adalah botol-botol kecap dari berbagai merek, tahun, dan kota. Seingat saya, ada dua lemari khusus yang menyimpan botol-botol kecap itu, satu di pelataran bawah dan di lantai tiga di mana awak kobam bekerja.

Miska, Aqlan, Taqi terlihat senang sekali dengan lingkungan baru ini. Sedari datang, tiga bocah cilik itu tak henti-hentinya mengeksplore setiap sudut penginapan. Mereka dimanjakan dengan taman dengan kolam ikan lengkap pula dengan gemericik air. Utuh mereka bermain bersama ikan-ikan, mengais-ngais air kolam dan memberinya makan.

Miska , bocil yang paling besar, bahkan antusias sekali setiap bertemu pahatan, patung, atau gerabah yang ada di area rumah Bang JJ Rizal. Ia berlari ke sana ke mari mengejar dan memegang kucing peliharaan.

 

 

Tak Boleh Mati

“Saya salah pilih bisnis!” Ucap Bang JJ Rizal pada kami. Sontak kami tertawa terbahak-bahak mendengar itu. Kemudian ia melanjutkan, karena bikin usaha penerbitan buku di tengah masyarakat yang tidak membaca, minat literasinya rendah. Ia mengkategorikan orang-orang yang membeli buku Kobam adalah orang-orang yang khilaf.

Mendengar itu dari Bang JJ Rizal seperti ada yang ngilu di ulu hati. Saya tahu betul betapa susah dan kecilnya pasar buku-buku ‘berat’ macam terbitan Kobam itu. Tak banyak penerbit yang mau melakukan kerja-kerja ‘syahid’ untuk menerbitkan buku ‘berat’ yang baik, berkualitas dan bermutu.

Terasa betul ia geram dengan apa yang terjadi akhir-akhir ini. Negara ini dibangun oleh orang-orang yang punya sejarah (panjang) degan Buku. Soekarno, Hatta dan lainnya. Bahkan, Hatta berujar, aku rela dipenjara asal dengan buku. Dan sekarang? Tanyanya. Negara ini dikuasai oleh orang yang hanya membaca satu buku. Apa itu? Buku tabungan!

Menjelang siang, saat kami hampir selesai sarapan, datanglah keberuntungan lain. Sastrawan terkemuka pak Ajip Rosidi datang. Lengkap beruntungan itu karena bisa bertemu dan berswafoto bersama dengan pak Ajip Rosidi, yang mau menjemput bang JJ Rizal. Katanya, mau ke rumah sahabatnya sesama sastrawan, Soekanto SA, yang tinggal tak jauh dari Kobam.

 



Nur Hayati Aida
Pegiat WAG Arisan Tulisan

 

Leave a Reply

error: Content is protected !!