Fasilitas

Taman Asrul Sani

Berada di depan dan di belakang bangunan penginapan. Taman Asrul Sani ditumbuhi pohon kecapi (Sandoricum koetjape), bacang (Mangifera foetida), bisbul ( Diospyros blancoi), duku (Lansium domesticum), srikaya (Annona squamosal), sente hitam (Alocasia Macrorrhiza Schott), Patah tulang (Euphorbia tirucalli). Ini adalah pohon-pohon langka khas tanah Betawi yang tumbuh subur dan setiap saat memberikan suasana hijau serta sejuk di Rumah Sawomateng.

Asrul Sani yang dipilih menjadi nama taman di penginapan RumahSawomateng adalah pemikir kebudayaan yang penting dalam sejarah Indonesia. Cerita soal Asrul bisa dimukai dari 1950, saat Balai Pustaka menerbitkan kumpulan sajak Tiga Menguak Takdir. Penulisnya Chairil Anwar,  Rivai Apin, dan Asrul Sani.

Di dalam pengantar yang ditulis mereka, “Tiga Menguak Takdir adalah tjita-tjita kami bertiga, jang satu setengah tahun jang lalu kami rantjangkan. Rantjangan ini tumbuh pada kami, ketika kami bersama hendak menegakkan Gelanggang. Pada waktu itu kami beranggapan mendjadikan Gelanggang sebagai suatu kumpulan kesenian…”

Gelanggang kemudian mengumumkan “Surat Kepercayaan Gelanggang” yang dianggap sebagai konsep pandangan dunia para seniman Angkatan ’45. Surat ini sering dikutip dalam buku tentang kesusastraan Indonesia. Bahkan tentang kebudayaan Indonesia karena merupakan sejarah penting tentang kesadaran pertama seniman bahwa negara tak akan sempat mengurus kebudayaan. Sebab itu seniman yang harus mengurusnya sendiri.

Diumumkan Oktober 1950, setahun lebih setelah Chairil meninggal dan menjadi penanda lahirnya Angkatan’ 45. Banyak yang menganggap Chairil sebagai penulis surat itu lantas ia pun didapuk sebagai Pelopor Angkatan ’45.

Tapi, konseptor surat itu sesungguhnya Asrul. Surat itu adalah editorial majalah kebudayaan Gelanggang yang dipimpin Asrul. Dan surat itu boleh dikatakan menjadi dasar pandangan Asrul dalam wacana kultural di tanah air. Asrul kemudian menjadi salah satu dari sedikit eseis wacana kultural yang terbaik. Ia juga salah seorang seniman yang paling terpelajar dan paling kosmopolit. Terutama esei-eseinya bukan saja memancarkan kejernihan pikiran dan keluasan pengetahuan, tetapi juga kebeningan dan kadang-kadang kilatan literer.

Maka, terbuktilah ia tokoh Angkatan ’45 yang terpenting. Ia yang memulai perkara kebudayaan kita dan sampai meninggal ia pula yang enggan berhenti dari perkara yang telah dimulainya itu.  Ialah salah seorang pemikir yang tidak mungkin dilewatkan jika ingin memahami sejarah kebudayaan modern Indonesia. Diakui atau tidak. Paling tidak taman ini adalah pengakuan akan hal itu.

Kolam Ajip Rosidi

Kolam menjadi sabuk biru Rumah Sawomateng. Sebab dirancang mengelilingi bangunan. Setiap saat dengan mudah akan di dapati puluhan ikan koi hilir mudik. Tetapi, koi bukanlah ikan yang dominan sebab kolam dikonsep sebagai ruang koleksi ikan-ikan khas sungai-sungai dan empang serta rawa di Jakarta yang sudah langka, seperti melem, gabus males, sepat siam, betok, baung lilin, hampal, sili, gurame, berot, tawes ijo.

error: Content is protected !!