Story From Us

29 May

Menengok “Kamar” 9 Tokoh di Rumah Sawomateng

Orang-orang yang biasanya dilabeli dengan sebutan tokoh negeri, jelas bukan hanya hadir dari kalangan pejuang kemerdekaan nan revolusioner samata. Karena sebagian lainnya hadir pula dari kalangan penulis, penyair, sejarawan, filsuf dan cendikiawan. Namun sayangnya, tak semua dari mereka dapat kita jumpai di era kekinian. Terlebih, beberapa di antaranya sudah lebih dulu meninggalkan dunia.

Meski begitu, bukan berarti kita tak bisa merayakan sekaligus merefleksikan perjuangan mengebu-gebu mereka. Semua itu bisa didapat melalui penelusuran dengan membaca pemikiran demi pemikiran yang telah tertuang melalui cerita, puisi, esei yang sudah menjadi buku-buku mereka. Dari sana bagaimana sikap mereka, karya mereka, dan betapa hangatnya buah pikir dari para tokoh negeri ini menginspirasi hari ini.

Beruntungnya—di tengah ragam kesibukkan dan tawaran ruang rekreasi era kekinian—kita masih dapat merasakan langsung bagaimana bulir-bulir ketenangan yang menghanyutkan diri ke dalam pemikiran, karya dan romantika para tokoh negeri ini masih tersedia. Walau bentuknya bukan masuk perpustakaan atau malahan lewat dijebloskan penjara, seperti kebanyakkan tokoh tanah air. Tetapi, cukup tinggal meluangkan waktu sejenak berselancar di dunia maya, dan ketemulah ruang unik Rumah Sawomateng.

Rumah sawomateng adalah penginapan yang bisa menjadi jawaban jika ingin menikmati atmosfir para tokoh pemikir kebangsaan. Dengan konsep arsitektur tradisional tropis Betawi dan material bekas lawas tahun 1950-an, kita yang ingin meluangkan waktu guna menyepikan diri dari rutinitas dan relaksasi menikmati pemikiran pun mendapatkan ruang yang pas. Rumah Sawomateng berada di Jalan Menteng No. 14 Beji Timur, Depok, Jawa Barat.

Tanpa berpikir lama dan mumpung akhir pekan, kami yang bertujuan mencari ketenangan dan kenyamanan sambil bermenung menemukan inspirasi ketika menjalankan ibadah puasa, langsung mencoba memilih salah satu kamar dari 9 kamar yang tersedia. Setiap kamar dikonsep sedemikian rupa menyerupai museum mini tokoh-tokoh pemikir kebudayaan, serta sejarah Indonesia.

Menuju lantai 2/ dethazyo

 

Material kayu dari tahun 1950-an/ dethazyo

 

Sudut lain dari rumah sawomateng/ dethazyo

Kala kunci digenggaman/ dethazyo

Mulai dari lantai satu, ada kamar dengan label Julia Suryakusuma (pemikir feminis), Abdul Chaer (ahli bahasa Indonesia & Betawi), Sitor Situmorang (Sastrawan). Lantai dua berisi kamar berlabel Pramoedya A Toer (Sastrawan), Misbach Jusa Biran (Sineas), Soekarno (founding father Indonesia). Lalu dilantai 3 ada kamar berlabel Onghokham (sejarawan), Toeti Heraty (pemikir feminis), dan Adrian B. Lapian (Sejarawan Maritim).

Banyak pilihan menarik. Tetapi, perasaan kami memperpanjang tangan untuk menulis kolom pilihan kamar dengan label sejarawan Onghokham. Ketika kami datang JJ Rizal (sejarawan) langsung yang menyambut. Ia rupanya adalah pemilik Penginapan Rumah Sawomateng. Kunci diserah terima langsung olehnya kepada kami. Ia menunjukkan kamar pilihan kami. Sensasi memasuki kamar benar-benar berkesan. Poster sampul karya-karya, batik, kursi lawasan yang mengingatkan Onghokham. Ini sudah cukup memuaskan rasa ingin tahu akan tokoh, sejenak menghidupkan kembali serta memperbarui memori lama dari para intelektual yang telah tiada dan mungkin tak memiliki pengganti hingga saat ini. Kami merasa seakan-akan memasuki sebuah lorong waktu, sehingga keinginan untuk mengenal tokoh yang menjadi nama dari kamar yang di tempati menjadi agenda wajib.

Berbuka puasa dengan yang manis/ dethazyo

Keinginan mengenal tokoh itu difasilitasi karena di setiap kamar (tak hanya kamar yang kami tempati) selalu tersedia buku karya dari tokoh yang menjadi nama kamar. Semua buku yang diterbitkan oleh Komunitas Bambu. Lihat sendiri deh bukunya yang keren-keren di www.komunitasbambu.id. Kalau menginap bahkan mendapat potongan harga sampai 40 persen semua buku produksi Komunitas Bambu.

Kami jadi penasaran dan mengintip beberapa kamar yang ternyata terdapat artefak pribadi tokoh yang menjadi nama kamar. Misal, kamar Sitor Situmorang terdapat mesin tik tua, tempatnya menuangkan karya-karya sajaknya nan brilian. Nah, di kamar Julia Suryakusuma pun terdapat sepasang sepatunya. Di kamar kami, ada batik kesukaan dari salah satu sejarawan terbaik negeri ini turut dihadirkan.

Benar-benar pengalaman menginap yang sungguh menarik. Rasanya membuat tak ingin keluyuran, karena keinginan untuk membacalah yang meninggi. Kenapa? Ya, karena ruangan teah mengkondisikan untuk sejenak meresapi dan sejenak menghidupkan kembali karya-karya tokoh-tokoh yang menjadi nama kamar. Sementara, kami tunda dulu untuk wiskul (wisata kuliner) di sekitar Rumah Sawomateng yang daftarnya sudah diberikan oleh JJ Rizal. Ada black bakso yang sepertinya menggoda atau pergi ke situs sejarah Rumah Cimanggis, landhuis dari abad ke-17 yang tidak jauh.

 

Dikamar onghokham/ dethazyo

Oleh sebab itu, keinginan memperpanjang waktu menginap entah mengapa selalu hadir. Mungkin saja karena kenyaman yang ditawarkan. Selebihnya, dapat dikatakan sebagai bentuk dedikasi beserta rasa terima kasih kepada mereka (para tokoh), yang karenanya, kita hari ini dapat mengenal Indonesia, baik dari persfektif perempuan, laut, darat, politik, film, serta bahasa.

Karena merekalah kita tahu apa itu Indonesia. 

Indonesia yang penuh kisah,
Bukannya yang selalu resah.
Indonesia yang penuh rindu,
Bukannya yang selalu mengadu.
Indonesia yang penuh Romantisme,
Bukannya yang selalu pesimisme. Semangat.


Detha Arya Tifada

Adrenaline junkie, Journalist, Content writer, Copywriter, see more about me at tifada.com

Leave a Reply

error: Content is protected !!